Warisan Mantan Presiden Soeharto Kembali di Ambil Oleh Negara

Warisan Mantan Presiden Soeharto Kembali di Ambil Oleh Negara

Warisan Mantan Presiden Soeharto Kembali di Ambil Oleh Negara – Pemerintah telah mempersiaplkan diri untuk mengambil alih sejumlah aset yang dikelola mantan Presiden Soeharto, dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang sedang ramai di perbincangkan sampai ke Gedung Granadi dan Vila Megamendung. Pengambil alihan aset taman mini telah di tuangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang mengambil alih pengolahan TMII yang diterbitkan Presiden Joko Widodo. Jokowi dapat di katakan termasuk presiden yang berani setelah beberapa dekade dibiarkan begitu saja oleh para penguasa sebelumnya.

Warisan Mantan Presiden Soeharto Kembali di Ambil Oleh Negara

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) telah di kelola oleh Yayasan Harapan Kita selama 44 tahun. Yayasan ini di dirikan oleh Istri Presiden RI ke dua Soeharto, yakni Tien Soeharto melalui Keputusan Presiden (Keppres) 51 Tahun 1977. Melalui proses pengambilalihan ini, taman miniatur Indonesia itu tetap beroperasi seperti biasa. Hanya saja. Yayasan Harapan Kita wajib memberikan laporan pengelolaan selama ini untuk tim transisi dalam jangka waktu tiga bulan.

TMII tetap beroperasi. Staf bekerja biasa, memperoleh hak keuangan dan fasilitas seperti biasa, tidak ada yang berubah. Dan nanti tentu saja kita berkomitmen untuk tim transisi kami beri tugas bagaimana memikirkan inovasi manajemen dan kesejahteraan,” kata Mensetneg Pratikno, (8/4/2021). Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, mencatat tentang jumlah aset tanah yang ada di TMII bernilai Rp 20,5 triliun.

Baca Juga : Kerja Sama Indonesia dan Singapura Dalam Bidang Pariwisata

Aset lainnya seperti dari bangunan milik 10 kementerian/lembaga, museum yang dan 31 anjungan milik Pemda masih dihitung nilainya. Pemerintah geram karena aset TMII tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), meskipun pajak tetap dibayarkan. Diharapkan nanti setelah menjadi milik pemerintah bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara.

Gedung Granadi dan Vila Mega mendung Di Ambil Alih

Sesudah mengambil alih pengelolaan TMII, Pemerintah juga akan mengambil alih aset gedung Granadi dan Vila Megamendung. Kedua aset ini d imiliki Yayasan Supersemar yang juga di miliki Soeharto, namun saat ini dua aset itu dalam penyitaan negara pada 2018 terkait kasus hukum penyelewengan anggaran negara. Direktur Barang Milik negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan mengungkapkan barang yang sudah di sita oleh negara itu otomatis menjadi BMN yang dikelola pemerintah. “Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara),” tuturnya. Sejauh ini PN Jaksel sudah menyita aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Sementara Yayasan Supersemar di haruskan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.

Kerugian Negara 40 – 50 Milyar

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan salah satu pertimbangan pemerintah mengambil alih TMII karena faktor kerugian yang di alami setiap tahun mencapai Rp 50 miliar. Ada kerugian antara Rp 40-50 miliar per tahun. Itu jadi pertimbangan,” kata Moeldoko. Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama juga membenarkan bahwa Yayasan Harapan Kita jangan pernah menyetorkan PNBP. “Benar tidak pernah menyetorkan pendapatan kepada kas negara,” kata Satya kepada CNBC Indonesia.

Pendanaan TMII Tidak Memakai Uang Negara

Sementara, Sekretaris Yayasan Harapan Kita, Tira Sasangka Putra mengatakan, selama 44 tahun mengelola TMII pihaknya tidak pernah memakai anggaran negara. Tria mengungkapkan, selama mengemban tugas mengelola TMII, Yayasan Harapan Kita tidak pernah mengajukan keperluan anggaran kepada negara. Yayasan Harapan Kita, lanjutnya, menanggung segala kebutuhan untuk TMII.

“Yayasan Harapan Kita menjadi penerima tugas negara tidak pernah mengajukan atau meminta kebutuhan anggaran dari pengelolaan TMII kepada negara atau pemerintah sesuai amanat Keppres No 51 Tahun 1977. Tentunya tidak selamanya pemasukan yang diperoleh badan pelaksana pengelola TMII dapat mencukupi kebutuhan operasional TMII ini,