Kebijakan Bacharuddin Jusuf Habibie Ketika Menjadi Presiden RI

Kebijakan Bacharuddin Jusuf Habibie Ketika Menjadi Presiden RI

Kebijakan Bacharuddin Jusuf Habibie Ketika Menjadi Presiden RI – Bacharuddin Jusuf Habibie ialah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Habibie menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia setelah menggantikan presiden sebelumnya, yaitu Soeharto. Habibie menjabat sebagai presiden selama satu tahun mulai dari tahun 1998 sampai tahun 1999. Walau terbilang singkat, Habibie dapat membuat reformasi besar-besaran dalam sejarah Indonesia. Hal ini bisa dilihat mulai dari pemilu yang dialaksanakan secara bebas dan demokratis, pers yang bebas bersuara dan tidak lagi dikekang dan berada di bawah tekanan pemerintah, hingga kemerdekaan Timor Leste. Di bawah ini ialah kebijakan politik pada masa pemerintahan B.J. Habibie:

Kebijakan Bacharuddin Jusuf Habibie Ketika Menjadi Presiden RI

Kemerdekaan Timor Leste

Referendum atau pemisahan diri Timor Leste dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terlaksana pada masa pemerintahan Habibie. Referendum ini menghantarkan Timor Leste sebagai negara yang merdeka. Peristiwa referendum Timor Leste ini sempat mendapatkan pertidaksetujuan dari pihak militer Indonesia, namun Habibie tetap melaksanakan referendum Timor Leste.

Baca Juga : Perusahaan yang Terlibat Kasus Suap Walikota Yana Mulyana

Tidak Ada Diskriminasi Kepada Etnis Tionghoa

Inpres Nomor 26 Tahun 1999 dan Inpres Nomor 4 tahun 1999 yang di keluarkan oleh Habibie adalah titik awal untuk mengakhiri perilaku diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Dalam inpres menghapuskan larangan untuk berbicara dan mengajar Bahasa Mandarin. Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa ini di wariskan dari masa pemerintahan Soeharto yang sebelumnya memberlakukan program anti-komunis yang berimbas pada di skriminasi terhadap etnis tertentu.

Pemilu Bebas Serta Demokratis

Habibie juga membentuk undang-undang yang mengatur kebebasan masyarakat Indonesia dalam melaksanakan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang pemilu. Hasil dari dibentuknya undang-undang tersebut ialah lahirnya 48 partai politik baru yang ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemilu Indonesia di tahun 1999. Pada tahun 1999, pemilu legislatif yang dilaksanakan menjadi pemilu yang paling bebas dan demokratis yang terjadi setelah pemilu pada tahun 1955.

Otonomi Daerah

Wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki karakter dan budaya yang beragam menjadikan otonomi daerah merupakan hal yang di perlukan untuk di terapkan di Indonesia. Sehingga pada masa pemerintahan Habibie dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Hasil dari lahirnya undang-undang ini adalah meredanya gejolak di sintergrasi yang sebelumnya sempat pecah di Indonesia.

Lahirnya Komnas Perempuan

Pada peristiwa Mei 1998, banyak kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan terutama dari etnis Tionghoa, hal ini memicu lahirnya tuntutan dari masyarakat agar masalah ini tidak terulang kembali. Dalam memenuhi tuntutan ini, Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 yang akhirnya melahirkan komisi nasional perempuan di Indonesia.